Sunday 14 July 2013

New LIAR: Kuda Mas (Kurir dan Gadis Manis) ; Bagian Kelima


Intan Monik Cahyani

Pagi yang cerah menyelimuti bumi. Irgi datang lagi ke rumah Intan untuk mengantar pizza. Cicik yang menerima pizza karena kebetulan ia sedang di luar.


Ketika Irgi hendak pulang, Lili meminta Intan untuk mendekatinya. Intan yang pendiam dan pemalu, mendekati Irgi yang mau naik motornya. Dengan keberanian dipaksakan, Intan berkata lembut, “Mas..mau merepotkan sebentar bisa nggak?”
      
    “Merepotkan apa?”
          “Ehmm..saya cuma mau minta tolong sama Mas. Kira-kira bisa nggak?”
          Irgi tersenyum, “Kalau mampu pasti saya tolong. Apa?”
          Intan tersenyum manis, lalu berkata, “Ini (memperlihatkan bungkusan) pesanan temanku. Kemarin kita belum sempat nganter ke rumahnya. Alamat rumahnya ini (memperlihatkan secarik kertas pada Irgi). Cukup dekat dari sini. Nah..ehmm..mumpung Mas Irgi mau jalan, kira-kira bisa nggak Mas mampir sebentar ke rumah temanku? Cuma nganter barangnya ini.”
          “Cuma itu?” tanya Irgi. Intan mengangguk, “Tapi kalau Mas nggak lewat jalan itu ya udah, nggak usah aja. Aku nggak mau ngerepotin Mas.”
          Irgi tersenyum, “Saya jarang lewat sana, tapi jalan itu sejalur sama jalan ke restoran saya. Ya udah, biar saya bawa.”
          Intan tersenyum gembira. “Aduuh, kita ngerepotin ya?”
          “Nggak Mbak, santai aja. Kebetulan pagi ini saya belum ada order.”
          “Makasih banyak sebelumnya.”
          “Sama-sama Mbak.”
          Ketika Irgi sudah menghilang dari rumah besar itu, Intan masih berdiri di halaman. Kedua mata indahnya terus menatap kepergian Irgi. Cicik dan Lilik yang sejak tadi mengintip di pintu, bergembira ria melihat Intan masih berdiri mematung. Mereka keluar ke serambi atas, lalu berseru, “Berhasiil!!!” Tentu saja Intan malu sekali. Hatinya merasa gado-gado. Terkejut, malu, tersanjung, takut sekaligus senang.  
          Kini beralih ke Irgi yang sudah sampai di sebuah rumah kecil namun mewah. Ia mengetuk pintu rumah tersebut, dan muncullah seorang gadis muda yang usianya sedikit di bawah Intan. Irgi bertanya, “Ini betul rumahnya Mbak Tina?”
          “Iya, saya sendiri.”
          “Oh anda sendiri? Kebetulan. Saya cuma nganter titipannya Mbak Intan (menyerahkan bungkusan).”
          “Mbak Intan?”
          “Iya, Mbak Intan Monik. Katanya ini pesanannya Mbak Tina kemarin”
          “Ooo Mbak Moniik. Iya-iya (menerima bungkusan itu). Nanti biar saya telpon Mbak Monik. Makasih ya Mas.”
          Beberapa hari kemudian, Irgi datang lagi ke rumah Tina untuk mengantar pizza. Ia mendapat konsumen baru berkat pertolongannya pada Intan kemarin. Setelah menerima pizza, Tina meminta Irgi untuk menunggu sebentar di serambi rumahnya yang indah itu. Irgi pun duduk di dekat pot-pot bunga yang tertata rapi. Beberapa detik kemudian matanya terbentur pada sebuah buku tipis yang berada di dekat pot besar. Irgi mengambil buku tipis itu, lalu membuka isinya. Di halaman pertama buku itu ia melihat nama: Intan Monik Cahyani.
          Ketika mau membuka halaman berikutnya, Tina muncul dengan membawa uang untuk membayar pizza. Irgi menerima uang itu dengan tangan kiri membawa buku tipis. Setelah menerima uang dari Tina, Irgi bertanya, “Maaf Mbak, saya cuma mau tanya. Buku ini saya temukan di situ, di dekat pot besar. Di sini kok ada nama Intan Monik Cahyani? Memang ini punya siapa?”
          Tina tersenyum gembira, “Ooo itu bukunya Monik yang udah lama hilang. Sampai sekarang dia masih mengharapkan buku itu kembali.”
          Irgi mengangguk-angguk. Tina berkata lagi, “Ya udah, Mas kasihkan ke pemiliknya.”
          “Besok sore saya mau ke sana, nganter pesanan.”
          “Ya udah, sekalian aja. Hi hi..”
          Irgi memohon diri, namun baru beberapa langkah meninggalkan serambi rumah, Tina memanggilnya, lalu berkata, “Kemarin aku sempat mengira...Masnya ini...pacarnya Monik.”
          Irgi tersenyum malu. “Bukan Mbak..saya cuma pengantar makanan.”
          “Tapi menurutku, Masnya sama Monik cocok kok.”
          “Masa’ sih!?”
          “Iya, betul.”
          Irgi yang semakin tersipu, menimpali, “Mbak Tina bisa aja.” Diam sejenak. “Ya udah Mbak, saya permisi dulu. Makasih.”
          “Hati-hati ya? Jangan lupa bukunya. Nanti keburu dicari yang punya.”
          Setelah Irgi pergi, Tina bergumam sambil tersenyum, “Ganteng, gagah, baik lagi. Cocok sama Monik. Hi hi..”
          Besok sorenya Irgi datang ke rumah Intan untuk mengantar pizza. Intan yang membuka pintu, menerima pizza dari Irgi dengan tersenyum manis. Ketika ia sampai di ruang dalam untuk mengambil uang, Cicik berkata, “Dia datang lagi ya? Hi hi.”
          Intan yang tersipu, berkata, “Lo aja sana yang bayar.”
          “Nggak bisa. Pokoknya kalau dia datang, harus lo yang nemuin.”
          “Harus!” sambung Lili yang baru selesai mandi. Perasaan Intan semakin tidak karuan, tidak karuan karena gembira, gembira karena dipacokin* terus sama Irgi. Ia kembali menemui Irgi untuk membayar pizza. Setelah menerima uang dari Intan, Irgi berkata, “O iya Mbak, saya sekalian ngasih bukunya Mbak. Sebentar ya?”
          *Catatan Kaki: Dijodohkan atau dipasangkan
          “Buku saya?”
          Irgi mengangguk sambil mengambil sesuatu dari tas kecilnya, lalu  menyerahkan buku tipis berwarna hijau muda pada Intan. Intan menerima buku itu dengan tersenyum gembira,  lalu bertanya, “Ketemu di mana?”     
          “Di rumah Mbak Tina. Kemarin saya nggak sengaja nemu, di dekat pot bunga.”
          “Aduuh..makasih banget. Kukira udah nggak bisa lagi lihat buku ini.”      
          Irgi ikut tersenyum gembira, setelah itu memohon diri. Ketika ia hendak menaiki motornya, Intan memanggilnya. Ia menoleh ke belakang, melihat Intan yang tersenyum manis. Intan yang semakin simpati pada Irgi, berkata lembut, “Makasih banget ya?”
          “Iya Mbak, sama-sama..” sahut Irgi mengangguk dan tersenyum. Setelah Irgi pergi, Cicik dan Lili muncul dari dalam rumah, lalu mendekati Intan yang masih belum beranjak dari tempatnya. Cicik yang ceriwis itu berkata, “Makin akrab nih ye?”
          Lili menyambung, “Makin hari dia makin menarik kan?”
          Intan tersipu, “Ah, kalian ini ngomong apa?”
          Cieee!!” seru keduanya sambil mencubit perut dan bahu Intan. Benarkah gadis manis berlesung pipi ini mulai tergoda, atau bahkan mulai jatuh cinta pada Irgi? Kita lihat saja selanjutnya.

                                                     ---XXXXX---
         
          Siang itu restoran pizza tempat Irgi bekerja kedatangan tamu tak diundang. Di ruangannya Maji, bossnya Irgi, kedatangan dua orang yang terlihat tidak ramah. Ternyata itu Jajang dan si gondrong kekar, tangan kanannya. Si gondrong berdiri di samping bossnya yang duduk menghadap Maji. Kedua kakinya ditaruh di atas meja kerja Maji. Benar-benar tidak sopan. Jajang berkata tanpa menatap Maji,
          “Tambah lagi, gopek* (sambil menyodorkan tapak kanannya pada Maji).”
          Maji yang ketakutan, langsung mengambil amplop dari laci di mejanya. Amplop berisi uang itu ia taruh di tapak kanan Jajang. Jajang menghitung uang itu, lalu berkata, “Sekali lagi lo telat...atau coba panggil polisi...habis lo!”
          *Catatan Kaki: lima ratus        
           Maji terkejut mendengar ancaman itu. Setelah Jajang dan si gondrong tinggi besar pergi, Maji mengusap mukanya yang basah oleh keringat dingin. Beberapa saat kemudian ia berkumpul dengan beberapa karyawan dan tangan kanannya. Ia dan orang-orang pentingnya membahas masalah serius, masalah yang berhubungan dengan keselamatan jiwa mereka. Mereka sudah tahu kalau dua lelaki jahat tadi hanya bermusuhan dengan Irgi, namun akibatnya sampai pada mereka.    
          Salah seorang tangan kanannya berkata, “Harusnya si gundul jelek tadi nggak boleh tahu Indra kerja di sini.”
          “Iya, Indra kurang hati-hati menjaga diri..” sahut salah seorang karyawan. “Tapi semua ini bukan murni salah Indra. Kita  juga salah. Kita kurang hati-hati.”
          Maji mengangguk. “Aku setuju. Indra nggak salah seratus persen. Ini salah kita juga. Harusnya kita sering menjaga dan mengawasi Indra, biar tidak ketahuan orang-orang yang berniat jahat sama dia.” 
          Lantas apa yang akan diputuskan atau dilakukan Maji terhadap Irgi Indra Haryadi, karyawannya yang belum lama ini ia angkat menjadi karyawan terbaik di perusahaannya? Benarkah ia akan memecat Irgi yang sudah membawa banyak masalah di restorannya? Benarkah karir Irgi sebagai kurir pizza akan segera berakhir? Sadarkah Irgi kalau ia sudah membawa masalah besar bagi orang banyak? Sungguh, Maji benar-benar bingung. Ia tidak mungkin memecat karyawan andalannya dalam waktu singkat. (bersambung)
          
                                                     ---XXXXX---
 

0 comments:

Post a Comment

 
;