Jam 12.30 siang. Rumah Intan yang asli, bukan rumah Cicik, penuh dengan orang. Ternyata Hidayat mengundang semua teman baik Intan untuk makan siang bersama. Di situ sudah hadir Cicik, Lili, Tina, Rudi, Rendi, Wiwit cs, dan terutama jagoan utama kita. Sekarang mereka duduk di meja makan yang sekaligus menjadi ruang keluarga rumah Intan. Di hadapan mereka sudah tersaji aneka hidangan lezat. Jagoan kita duduk di samping Si Manis Lesung Pipi. Siang ini Intan terlihat cantik dan manis sekali. Ia memakai baju atau rok terusan merah muda. Gelang merah muda pemberian Irgi dulu juga ia pakai di pergelangan kanannya.
Irgi menatap Intan, lalu bertanya dengan suara lirih, “Calonmu mana?”
“Di hotel. Sebetulnya mau ke sini, tapi mendadak sibuk.”
Irgi mengangguk, lalu kembali menatap depan. Nurhayati, ibunda Intan yang duduk di samping Dayat, menatap Irgi-Intan dengan penuh kasih. Wanita agak gemuk ini bergumam, “Subhanallah. Mereka memang cocok banget. Nggak berlebihan penilaian orang selama ini, termasuk penilaian Cicik dan Lili.” Diam sejenak, “Tapi jodoh tetap di tangan-Mu. Engkau tidak menjodohkan putriku dengan pemuda ganteng dan baik hati di depanku ini. Engkau telah menjodohkan putriku dengan Donny Hadi Putra. Dan semua keputusan-Mu, pasti yang terbaik untuk kita semua.”
Sesaat kemudian Dayat menatap Irgi dengan serius, namun serius karena kasih sayang, bukan serius karena marah atau kesal seperti kemarin. Dayat menatap Irgi yang sejak tadi hanya diam dan menunduk. Ia berkata lembut, “Mas Irgi Indra Haryadi. Itu nama lengkapmu?”
“Iya Pak (menatap Dayat sekilas).”
Dayat mengangguk sambil tersenyum, “Nama yang bagus dan keren. Kayak orangnya.”
Irgi tersipu, lalu menyahut, “Makasih banyak Pak.”
Dayat pun tersenyum, lalu betanya lagi, “Jadi seringnya dipanggil Irgi ya?”
Irgi tersenyum, “Hanya orang rumah yang panggil saya Irgi. Ibu sama adik saya. Kalau sudah di luar rumah, termasuk di tempat kerja, mayoritas pada manggil saya Indra..termasuk Wiwit dan teman-temannya (menunjuk Wiwit yang mengajak empat kawannya).”
Wiwit pun tersenyum. Dayat melanjutkan, “Kalau Haryadi-nya, apa nama almarhum bapakmu?”
“Iya Pak..itu nama belakang almarhum bapak saya.”
“Ooo (mengangguk-angguk sambil tersenyum). Ternyata betul omongan Intan tentang anda selama ini. Anda memang oke (mengacungkan jempol).”
“Masya Allah (semakin tersipu). Bapak jangan berlebihan, nanti saya jadi sombong.”
“Aku nggak berlebihan. Aku cuma membenarkan semua penilaian Intan tentang anda selama ini.”
Semua hadirin ikut tersenyum gembira. Intan yang duduk di samping Irgi, juga ikut tersenyum gembira. Ia menatap Irgi dengan tersenyum manis. Irgi pun menatapnya sekilas, lalu berujar, “Memang Mbak Intan sering ngomong apa?”
“Yahhh...intinya, Mas Irgi memang oke (mengacungkan jempolnya).”
“Astaghfirullahal’azhim (semakin tersenyum malu). Mbak Intan udah berlebihan. Mbak Intan udah bohong sama Papa-Mamanya.”
“Aku nggak berlebihan,” sahut Intan lembut seraya tersenyum manis. “Aku nggak pernah bohongin Papa-Mama. Aku ngomongin Mas Gik apa adanya.”
Hening sejenak. Wajah Dayat yang beberapa detik tadi terlihat ceria, sekarang menjadi serius. Senyumnya langsung hilang oleh keseriuasan di hati dan pikirannya. Tampaknya canda tawanya tadi hanya untuk pembukaan. Sesaat lagi ia mau mengajak Irgi bicara serius. Para hadirin pun menjadi agak tegang melihat wajah si tuan rumah menjadi serius, walaupun seriusnya bukan karena ingin marah. Irgi sendiri agak heran melihat ayah mantan pacarnya itu menjadi serius. Namun untunglah, Irgi sudah berkali-kali menghadapi keseriusan dan ketegangan, sehingga ia tidak begitu terkejut atau cemas melihat reaksi Dayat itu. Hatinya yang seluas samudra itu sudah siap menerimai segala yang akan dibicarakan Dayat.
Setelah mengatur nafas, Dayat berkata, “Mas Irgi...kami sangat berterima kasih atas pertolongan anda kemarin.”
Irgi kembali diam sambil menunduk. Dayat melanjutkan, “Kami juga sangat berterima kasih, anda sudah berteman baik sama Monik. Bahkan anda sudah jadi teman ‘istimewanya’ Monik selama enam bulan.” Diam sejenak, “Akan kusampaikan sejujurnya. Akan kusampaikan omongan istriku tentang Mas Irgi.” diam sejenak, “Kemarin ibunya Intan bilang, kalian...IIN...memang cocok banget.”
Dayat menatap Nurhayati. Sang istri pun mengangguk. Intan menatap Irgi yang menunduk. Wajah sang gadis jelita tampak serius. Senyum manisnya beberapa saat tadi musnah oleh keseriusannya. Dayat melanjutkan, “Tapi jodoh tetap di tangan Allah. Dan ternyata Allah nggak menjodohkan Mas Irgi sama Intan. Allah menjodohkan Intan sama Donny.”
Diam sejenak, “Anda pasti juga tahu...” diam sejenak, “dalam agama kita, kalau seorang perempuan sudah dilamar orang, dia nggak boleh lagi dilamar orang lain, walaupun orang lain itu saudaranya lelaki yang melamar, entah saudara kandung, sepupu, atau saudara sesama Muslim.” Diam sejenak, “Kuharap Mas Irgi bisa mengerti semua ini.”
Irgi yang hanya diam, mengangguk mantap, “Sangat mengerti Pak. Terima kasih banyak untuk semua nasehat dan kejujuran Pak Hidayat sekeluarga.” Diam sejenak. Ia pandang semua hadirin, terutama kedua ortu Intan, lalu berkata lembut, “Saya sudah bahagia sekali bisa jadi teman baiknya Mbak Intan.” diam sejenak, “Dan Alhamdulillah, siang ini saya bisa ketemu, bisa melihat Mbak Intan Monik Cahyani untuk yang terakhir kalinya.” Diam sejenak, “Besok saya sudah pindah ke Banyumas, jadi siang ini kesempatan terakhir bagi saya untuk ketemu Mbak Monik.”
Kata-kata Irgi yang apa adanya itu menyentuh hati para hadirin. Nurhayati berkata, “Sebagai tanda terima kasih, kami punya sesuatu buat Mas Irgi. Kami minta Mas Irgi jangan menolak.”
Sesaat kemudian Intan menyerahkan bungkusan agak besar pada Irgi. Irgi yang agak terkejut, bertanya, “Apa ini?”
“Untuk kenangan, sekaligus tanda terima kasih kami.” Diam sejenak, “Terimalah Mas...rejeki nggak boleh ditolak.”
Irgi yang tahu kalau di bungkusan itu ada amplop besar, berkata, “Masya Allaah.” Diam sejenak, “Semoga Allah SWT membalas kebaikan Pak Hidayat sekeluarga. Amin.”
“Oke semuanya,” ujar Dayat tersenyum gembira, “aku udah selesai ngomong. Silahkan anda semua menikmati hidangan apa adanya.”
Selesai makan, Irgi langsung berpamitan pada semuanya. Kini Irgi-Intan berduaan di serambi rumah Hidayat. Intan berkata lembut, “Makasih banyak untuk semuanya. Makasih banyak untuk kebaikanmu selama ini, kebaikanmu saat kita jadian dulu.” Diam sejenak, “Ini (menunjuk gelang pink di tangan kanannya), walaupun nanti kucopot atau jarang kupakai, aku nggak kan pernah melupakan benda indah ini.”
Irgi mengangguk sambil tersenyum, “Terima kasih kembali.” Diam sejenak, “Aku juga nggak kan pernah melupakan dirimu.”
Irgi mengambil sesuatu di tas kecilnya. Ia mengambil beberapa lembar kertas yang dilipat, lalu ia berikan pada Intan. Intan bertanya, “Apa ini?”
“Puisi buatanku. Baca ya?”
“Puisi?”
Irgi tersenyum, “Puisi atau syair, atau apapun istilahnya. Untuk kenangan.” Diam sebentar, “Tolong dibaca, syukur juga disimpan. Tapi yang terpenting...DIBACA.”
Intan mengangguk sambil tersenyum manis. Ia melambaikan tangannya pada Irgi yang dibonceng salah satu kawan Wiwit. Ia melepas kepergian Irgi untuk selamanya. Setelah Irgi hilang dari hadapannya untuk selamanya, ia masuk ke kamarnya, kemudian duduk di ranjang, lalu membaca puisi ciptaan Irgi. Dan inilah puisi itu:
INTAN MONIK CAHYANI
Oleh: Irgi Indra Haryadi
Aku ini pembalap jalanan, yang selalu menang di setiap pertandingan
sampai orang-orang menjuluki aku: Raja Jalanan
Aku benar-benar bangga dengan julukan itu
Aku benar-benar merasa perkasa dengan julukan itu
Namun setelah ayahku dipanggil Allah, kebanggaanku langsung lenyap
Setelah ayahku meninggalkan aku untuk selamanya, julukan Raja Jalanan
yang kusandang ini, menjadi tidak berarti sedikit pun
Aku bersedih sepanjang waktu
Aku menangis setiap hari
menangis karena menyesal
menyesal karena belum bisa membahagiakan ayahku
Pagi, siang, sore dan malam, aku menangis dan menangis
menangis karena tidak bisa jadi anak yang berbakti pada ortu
Dengan segenap kekuatan dan kelemahan yang kumiliki
aku berusaha keras untuk menghilangkan kesedihanku
Dengan segenap kemampuanku, aku berusaha keras
untuk mengobati rasa sesalku yang mendalam
Kusibukkan diriku dengan segala macam pekerjaan
dan jadilah aku kurir makanan
Ketika hujan lebat mengguyur bumi
aku berteduh di sebuah halte
Di halte itulah titik awal aku mengalami suatu peristiwa
suatu peristiwa indah yang menghiasi hidupku
Sekitar dua menit setelah aku berteduh
datanglah seorang gadis berambut panjang, yang memakai
gaun terusan hijau tua
Gadis itu sangat cantik, sangat manis dan sangat lembut
Besoknya aku mengantar makanan
di sebuah rumah besar dan mewah
Sungguh di luar dugaanku
rumah besar dan mewah itu
ternyata rumah si gadis manis yang kujumpai di halte kemarin
Tak lama kemudian, hujan lembat kembali mengguyur bumi
Aku ingin langsung berpamitan, namun karena hujan lebat
Gadis Manis yang lembut itu, memintaku untuk berteduh di rumahnya
Sejak hari itu, Gadis Jelita itu sering memesan makanan
di tempat aku bekerja
Aku pun menjadi sering ke rumahnya, untuk mengantar makanan
Namun sebenarnya, dia tidak begitu menginginkan makanan
Dia lebih menginginkan ketemu aku
Kukatakan sejujurnya, tanpa bermaksud memuji diriku sendiri
benih-benih cinta mulai tumbuh di hatinya
apalagi setelah aku beberapa kali melakukan jasa untuknya
dia semakin menyukaiku, dan akhirnya ia jatuh cinta padaku
Namun dia tidak berani mengungkapkan perasaan cintanya
itu karena dia seorang gadis pendiam dan pemalu
Aku sendiri sebenarnya juga mulai jatuh hati
Lelaki mana yang tidak tergoda oleh kelembutan
kelembutan seorang Gadis Manis luar dalam
Intan Monik Cahyani, itulah nama Si Gadis Jelita
Senyum manisnya ketika aku mengantar makanan
benar-bener membekas di hatiku
Aku pun akhirnya mengakui sejujurnya
bahwa aku juga jatuh hati padanya
Namun apalah dayaku yang hanya seorang
pengantar makanan, kalau dibandingkan dia
yang seorang gadis dari kalangan atas
Waktu terus berjalan
Gadis manis berhidung mancung dan berlesung pipi itu
tidak tahan lagi untuk mengungkapkan perasaan cintanya
Dia ungkapkan cintanya melalui kedua sobatnya
Aku yang hanya seorang kurir makanan
benar-benar seperti mendapat emas segunung
ketika Si Manis itu mengungkapkan keinginannya
untuk menjadi kekasihku
Aku pun menjawab dengan tegas
Hanya lelaki sinting yang tidak mau menjadi kekasihnya
Duhai Intan Monik Cahyani
Suaramu begitu bening, lebih bening dari
mata air yang terbening
Sikapmu begitu lembut, lebih lembut dari
sutra yang terlembut
Wajahmu begitu sejuk, lebih sejuk dari
pagi yang tersejuk
Senyummu begitu manis, lebih manis dari
jeruk atau durian yang termanis
Duhai Intan yang manis
Engkau benar-benar menjadi penyejuk hatiku yang gersang
Engkau benar-benar menjadi penawar hatiku yang terluka
terluka karena rasa sesalku
rasa sesalku karena belum bisa membahagiakan ayahku
yang kini telah berada di Negeri Abadi
Duhai Intan yang manis
Kehadiranmu benar-benar membangkitkan semangat hidupku
semangat hidupku yang hampir pudar
hampir pudar karena kesedihanku ditinggal ayahku
Sikap dan suaramu yang begitu lembut
benar-benar mendamaikan hatiku yang gelisah
Senyummu yang begitu manis
benar-benar seperti cahaya
yang menerangi kegelapan hatiku
Apalagi saat kita berada di lerang bukit
saat dimana cinta kita semakin hangat
Aku benar-benar seperti terbang tinggi
terbang tinggi di langit biru
Aku benar-benar sudah merasa jadi raja
raja di Negeri Abadi
Negeri yang kenikmatannya takkan pernah hilang
Negeri dimana engkau menjadi permaisuriku
Namun semua itu hanya mimpi
Semua itu hanya kebahagiaan semu
Aku pun harus berlapang dada
berlapang dada untuk menerima kenyataan pahit
Kenyataan pahit bahwa engkau hanya bisa jadi kekasih impianku
Aku harus rela menerima takdir Allah
Takdir Allah bahwa engkau bukan pasangan hidupku
Aku harus ridho menerima ketentuan Sang Pencipta
Ketentuan bahwa engkau tidak diciptakan untukku
Aku harus ridho menerima ketentuan Sang Pencipta
Ketentuan bahwa engkau diciptakan oleh Sang Raja
untuk menjadi milik Donny Hadi Putra
Karena itu Manisku,
aku sebagai mantan kekasihmu
hanya bisa berdoa,
mudah-mudahan engkau dan Donny
bisa membangun rumah tangga
yang seperti istana di surga
Aku hanya bisa berdoa
mudah-mudahan Donny bisa
membahagiakan dirimu, untuk selamanya
Mudah-mudahan Donny bisa
menjadi penyejuk hatimu, untuk selamanya
Selamat Tinggal, Gadis Manis
Selamat Berbahagia
Semoga abadi. Amin.
TAMAT
Alhamdulillaahi Rabbil
Jadilah naskah ini atas ijin Allah SWT.
Yogyakarta, 30 November 2012-22 Januari 2013
Alhamdulillaahi Rabbil
Jadilah naskah ini atas ijin Allah SWT.
Yogyakarta, 30 November 2012-22 Januari 2013
Referensi:
1. Film LIAR (2008) karya Rudi Soedjarwo.
2. Majalah Kartini No. 2304 | 08-22 September 2011, BAB: Pilihan Hati Intan Nuraini, atau Perjalanan Cinta Intan Nuraini dan Donny Azwan Putra.
3. Tabloid MANTRA Edisi 15/ 27 Juli-09 Agustus 2011, BAB: Rahasia Baju Pengantin Intan Nuraini: Dibuat oleh 7 Janda Miskin dari Pengajian Nurul Mu’minin.
Harry Puter PKC ( Penulis Kelas Coro)
Harry Puter PKC ( Penulis Kelas Coro)
Keterangan: Nama asli Penulis: Harry Prabowo. Dijuluki Harry Puter karena muter-muter cari penerbit buku dan pekerjaan. Muter-muter karena ditolak-tolak. Terima kasih.
0 comments:
Post a Comment