Monday 16 September 2013

New Mbah Poleng "Manusia Harimau" ; Bagian Tiga

Bagian Tiga

Beberapa menit kemudian, tibalah dua mobil ini di Kidung Angker. Jarak mobil Land Cruiser dengan mobil Kijang terpaut cukup jauh. Kira-kira 20 meteran. Sejauh mata memandang, hanya hutan yang ada di hadapan Karno dkk. Sesekali saja mereka melihat reruntuhan bangunan bekas rumah. Senja pun tiba. Waktu menunjukkan pukul lima kurang seperempat. Panorama Kidung Angker semakin indah, namun juga semakin mengerikan. Setelah diam beberapa menit, Ratna memecah kesunyian. “Tempat seindah ini, namanya kok serem banget. Kidung Angker. Hi hi. Kok bisa dinamai begitu ya?”


“Mungkin ada sejarahnya,” jawab Karno tersenyum. Ratna berkata lagi, “Iih..benar-benar dunia hilang. Rasanya kita sudah berada di tempat yang sangat jauh.“

Karno tersenyum, “Ini memang sudah jauh banget Say. Ini Ujung Kulon, ujung barat pulau kita tercinta.“

“Iya sih, tapi aku merasa kita sudah lebih jauh dari ujung barat atau ujung timur Jawa. Aku merasa, sekarang ini kita berada di luar Jawa, bahkan di luar negeri. Iih..benar-benar tak kukira. Di pulau tercinta kita ini masih ada tempat seperti ini. Indah sekaligus seram.“ Wahyu berkata, “Nona cantik, indah dan seram itu tidak bisa disatukan. Kalau di sini tidak apa-apa, ya tinggal indahnya saja, seramnya tidak usah dianggap.“

Ratna tersenyum, “Inginnya begitu Mas, tapi gimana soal pembunuh Rudi itu?”

“Ya itu yang harus kita selidiki. Tapi kalau dia sudah bisa ditaklukkan, ya sudah, seramnya hilang. Yah..mudah-mudahan dia mudah ditaklukkan.“

Karno tersenyum, “Inginnya begitu, tapi karena kita belum tahu, ya kita harus waspada.”

Hening sejenak. Mobil Tri berjalan agak kencang, sedangkan mobil Mahmud agak pelan, jadi wajar kalau jarak mereka terpaut agak jauh. Dengan berjalan agak pelan, Mahmud cs lebih bisa menikmati pemandangan Kidung Angker yang menawan. Sesaat kemudian, Ratna yang tadi tersenyum gembira, mendadak jadi agak gelisah. Katanya lembut, “Tapi aku merasa, pembunuh itu sangat hebat.“

“Oh ya?” sahut Aan yang duduk di belakang Ratna persis. “Jadi kamu sudah tahu siapa dia? Kamu bisa merasakan hawa energinya?”

“Ya tidak sih. Tapi..aku bisa melihat dan merasakan, Pak Wandi tadi orang jujur. Insya Allah. Kemungkinan besar, semua yang dia katakan tadi benar.“

Karno tersenyum. Tangan kanannya memeluk tangan kanan Ratna nan halus. “Ya sudah, jangan dirasakan berlebihan. Mas-mas ini, termasuk calon suamimu ini, akan menjagamu sebaik mungkin.”

Mendengar itu, Ratna menjadi agak lega. Ia tersenyum manis. Mahmud bertutur, “Ratna tidak usah kuatir. Begitu kita menemukan jasad Rudi dkk, kita langsung cabut. Kalaupun kita harus berurusan dengan masalah, apalagi masalah berat, ya kita hadapi. Tapi sebisa mungkin kita hindari.“

Ratna tersenyum, “Mas Mahmud betul sekali. Aku setuju. Lebih baik mencegah daripada mengobati. “

Beberapa menit kemudian, setelah Land Cruiser dan Kijang kelabu semakin masuk ke desa Kidung Angker, tibalah dua mobil ini di rumah tua yang kemarin disinggahi Rudi almarhmum. Karno cs langsung turun dari mobil, lalu mendekati rumah besar itu. Karno, Mahmud dan Wahyu berdiri 3 meter di depan rumah tersebut. Mahmud bertanya, “Kamu yakin ini?”

Tanpa menatap Mahmud, Karno mengangguk. “Mudah-mudahan, Insya Allah.“

Triyono mendekati Karno. “Jadi ini rumahnya?”

“Kemungkinan besar. Ciri-cirinya sesuai dengan yang digambarkan Rudi.“

Triyono tersenyum angkuh. “Akan lebih pasti kalau kita segera masuk. Gimana? Kita masuk sekarang?”

Karno menatap kawan-kawannya, setelah itu mengangguk. Tri bersorak, “Oke semua! Kita masuk ke dalam! Bawa senjata masing-masing! Barang-barang nanti saja! ”

Mahmud menyambung, “Aku setuju! Kita lihat dulu keadaan dalamnya. Kalau memang enak untuk tidur, ya kita tidur sini saja!”

Ratna terkejut. “Apa?! Jadi kita mau tidur sini? di desa ini?! lho! Katanya kita hanya sebentar? Kok nginap juga? gimana sih Mas (menatap Mahmud dan sang kekasih)?!”

Karno tersenyum. “Kalau memang harus menginap di desa ini, ya kita tidur di rumah ini saja. Dan kemungkinan besar, kita memang harus menginap di sini.“

“Kok begitu sih?”

“Ini sudah gelap Say, kita tidak punya pilihan lain.”

Mahmud tersenyum. “Iya Non, sekarang sudah senja. Tujuan utama kita memang hanya menemukan jasad Rudi dan Dewi, tapi itu tidak bisa kita lakukan sekarang. Waktu kita tidak cukup. Jadi..yah, terpaksa kita lakukan besok pagi.“

Hendik menyambung, “Kalau kita lakukan nanti malam, Ratna pasti tambah takut. Bayangkan saja..seperti apa tempat ini kalau malam.

Hiii..! Masih senja saja sudah seseram ini, apalagi kalau sudah gelap. Iya nggak?”

Ratna semakin takut. Melihat itu, Mahmud tersenyum. “Sekarang belum ada apa-apa, jadi Ratna jangan takut dulu. Insya Allah, kita semua akan menjaga Ratna. Bahaya apapun yang akan terjadi nanti, akan kita hadapi bersama.”

Tri menyambung, “Cewek cantik, apa sih yang kamu takutkan? Di sini kan ada aku, ada mas-mas ini. Dan yang paling penting..ada cowokmu.

Nah, kenapa kamu harus takut? Nanti kalau Mbah Poleng itu nongol, Mas Triyono yang gagah ini sudah siap menjotos hidungnya. Lihat saja nanti.“

Mendengar itu, Ratna tersenyum geli. Karno dan Mahmud saling menatap, lalu tersenyum. Batin mereka berkata, “Si gombal ini semakin besar mulut. Dia hanya akan mengacau ekspedisi kita ini.” Demikian pula dengan Jono, Aan dan Wahyu. Tiga pemuda ini merasa lebih muak dari Karno dan Mahmud. Parjo berkata, “Siapa sih Mbah Poleng itu? Apa memang dia yang sudah membunuh Rudi?!”

“Dia manusia harimau..” sahut Ajun. Triyono menjadi kesal. “Siapapun dia, Mbah Poleng, Mbah Karjo, Mbah Jenggot, aku tidak peduli! Mau manusia harimau kek, manusia singa, atau siluman badak hitam, kalau dia berani ngganggu kita, apalagi ngganggu cewek cantik ini, dia harus mampus! Huhh! Tanganku sendiri yang akan menghabisi dia!“

Lalu ia mendekati Ratna. “Sekarang aku mau ngomong jujur sama Ratna.” Diam sebentar, “Tipe cewek seperti Ratna, sebenarnya aku kesengsem juga lho. Ha haa!”

“Apa katamu?!” sahut Hendik. Sedetik kemudian enam pria angkuh ini tertawa keras. Ratna sendiri tersipu malu. Katanya, “Mas Tri bisa aja.“

“Ini kenyataan kok. Ha ha haa!”

Parjo berseru: “He Bung! Tahu diri sedikit dong! Dia sudah ada yang punya, dan sekarang ada di sampingnya (menatap Karno yang tersenyum).”

Tri menatap Karno dengan senyum mengejek. “Ya iyalah! Aku tahu! aku kan hanya simpati sama Non Ratna. Iya nggak?!”

Karno dan Mahmud tetap tenang. Dua pria gagah ini hanya tersenyum-senyum. Sedangkan Aan, Wahyu dan Jono tersenyum dibuat-buat. Beberapa detik kemudian Mahmud berseru. “Oke semua! Kita lihat dulu keadaan rumah ini! Bawa senjata masing-masing! Siapa tahu ada jejak Rudi.”

Tiga belas orang ini segera mendekati rumah tersebut. Kini Mahmud, Wahyu dan Jono berdiri di depan pintu rumah besar itu. Mahmud membuka pintu itu dengan perlahan. Setelah pada menguatkan nyali, mereka masuk ke dalam, lalu meninjau keadaannya. Kini tiga belas orang ini berputar-putar. Ratna yang selalu di samping Karno, ketakutan. Ujarnya, “Serem banget. Mas-Mas, apa kita tidak terlalu lancang masuk sini?” Karno menyahut, “Ya tidaklah, rumah ini sudah kosong kok. Kalau masih ada yang punya, baru kita lancang.”

“Tapi aku merasa, rumah ini masih ada yang punya.“

“Oh ya? Siapa? Jin? Hantu? Kalau ada tempat yang sudah lama kosong, pasti jadi sarang setan, termasuk rumah ini. Tapi Insya Allah, hantu hanya bisa menakuti manusia, tidak bisa sampai membunuh.”

“Tergantung keadaan juga..“ sambung Darkan. “Kalau kita takut, kita bisa mati jantungan. Tapi kalau kita berani, nanti hantunya takut sendiri. Ha haa! Aku belum pernah melihat hantu, tapi kalau di sini ada, ya silahkan kalau mau keluar. Huh! aku ingin melihat tampang buruknya.“

“Yang betul nih?” tanya Parjo. “Nanti kalau dia benar-benar menampakkan diri, apa lo tidak pingsan?”

“Memang cewek? Pakai pingsan segala. Huh! Aku hanya jijik, tidak sampai takut.”

“Aku juga,” sambung Wawan. “Kagetnya itu lho, saat pertama lihat. Tapi setelah itu no problem.”

Tri berkata, “Hantu-hantu brengsek! Huh! coba ada yang minta aku jaga kuburan semalam, pasti kulakukan! Gratis! Apalagi kalau dibayar mahal. Hah! Yang harus kuwaspadai hanya binatang buas. Demikian juga dengan rumah ini, desa ini. Hanya binatang buas yang harus kita waspadai.” “Juga pembunuh itu,” sahut Mahmud. Tri berujar, “Ya itu nanti, kalau dia sudah menampakkan batang hidungnya.“

Sesaat kemudian, Karno menunjuk sebuah ruangan yang pintunya terbuka sedikit. Dengan kewaspadaan penuh, Karno membuka pintu itu dengan perlahan. Begitu pintu terbuka, Karno cs menerangi ruangan gelap itu dengan senter mereka. Setelah cukup terang, Karno cs masuk ke ruangan tersebut. Yah, inilah ruangan yang kemarin sudah dimasuki Rudi dan keempat kawannya. Mahmud dkk terkejut setelah menemukan lemari es kuno, tabung-tabung kaca di meja, botol bekas obat, dan mikroskop.

Karno yang mulai merinding, berkata, “Tidak salah lagi. Inilah tempat yang dimaksud Rudi. Inilah tempat yang katanya bekas laboratorium kedokteran. Di sinilah mereka tidur.”

Semua terpana, tak terkecuali Triyono dan enam anak buahnya yang sombong. Mereka yang sedari tadi banyak mulut dan terlihat gagah berani, kini mulai gemetar. Hendik berkata, “Mustahil. Masa’ di desa se-primitif ini ada lab. kedokteran?”

“Iya nih,” sambung Wawan. “Memang siapa yang mendirikan? Masa’ di sini ada ilmuwan?”

“Apalagi rumah ini sudah tua,” sambung Parjo. “Mungkin umurnya sudah..yah, sekitar 50 tahunan. Nah, bisa kalian bayangkan. Sekarang saja tempat ini masih sangat terpencil, terisolasi, apalagi untuk 50 tahun yang lalu.”

“Itu kalau 50 tahun, “ sahut Ajun, “kalau lebih?”

“Makanya itu, sulit untuk kita percaya.”

“Tapi ini kenyataan friend..” sahut Karno. “Tempat ini benar-benar bekas lab kedokteran. Lihat alat-alat itu.”

Hening sebentar. Ketegangan semakin terasa oleh semuanya. Triyono cs yang lemah iman itu melongo. Namun dasar sombong, akhirnya Tri tetap membantah semuanya. Dengan agak marah ia berkata, “Tidak penting tempat ini bekas apa. Yang penting kita bisa tidur di sini semalam. Ya sudah yuk, kita turunkan barang-barang.”

Tri cs hendak melangkah keluar, namun tiba-tiba Mahmud berseru. Tentu saja semua terkejut. Mahmud menunjuk sebuah alat aneh yang ukurannya cukup besar. Yah, itulah alat yang kemarin juga ditemukan Rudi, Sur dan Yoyok. Alat berbentuk ember atau gelas raksasa. Melihat benda aneh itu, Mahmud cs semakin terperangah. Karno berkata lemah. “Tidak salah lagi. Pasti ini benda antik yang dimaksud Rudi. Lihat bentuknya, seperti gelas raksasa.“

“Ini alat percobaan,” ujar Ratna. “Tapi percobaan apa?”

“Mungkin percobaan kloning (manusia buatan),” sahut Wahyu. “Masya Allah, luar biasa. Ilmuwan macam apa yang sudah membuat alat hebat ini. Tahun berapa membuatnya?“

“Ini sudah lama banget..” sahut Wawan. “Mungkin sudah 20 tahun yang lalu, atau bisa juga lebih. Tapi kok sudah ada yang bisa membuat benda secanggih ini. hah! Benda apa ini?”

Mahmud yang terlihat paling tenang, berkata, “Aku kok merasa..ini bukan buatan manusia. Ini buatan makhluk ruang angkasa.“ Tri yang besar mulut, sekarang juga bengong. Karno mendekatinya, lalu menepuk bahunya. Tri tersentak sadar. Karno tersenyum. “Gimana Boss? Menurutmu. Benda apa ini?”

Tri diam saja. Ia terus menatap gelas raksasa itu. Beberapa detik kemudian, barulah ia menjawab: “Ah sudahlah! Tidak perlu kita pusingkan! Betul kata Ratna, ini alat percobaan. Sudah! Jangan terlalu larut dalam keheranan. Sekarang kita ambil dulu barang-barang di mobil. kita ambil seperlunya.”

Keangkuhan Tri itu langsung menyadarkan enam kawannya dari lamunan mereka. Tujuh pria ini langsung meninggalkan benda antik itu, lalu berjalan menuju mobil. Karno cs pun tidak ingin larut dalam keheranan panjang. Mereka segera mengikuti langkah Triyono dan konco-konco-nya. Barang-barang yang mereka turunkan itu hanya berupa tas-tas besar dan beberapa senjata. Dari tiga belas orang ini, hanya sebagian kecil dari mereka yang memiliki senjata api. Dari rombongan Karno, yang membawa senjata api hanya Mahmud dan Jono. Mahmud membawa senapan pemburu, dan Jono membawa pistol, masing-masing hanya sebuah. Sedangkan dari rombongan Tri, hanya tiga orang yang punya. Si pemimpin sendiri membawa dua pistol, Hendik membawa senapan sebuah, dan Parjo pistol sebuah. Sebenarnya Tri masih punya satu senapan, namun isinya bukan peluru. Isinya bius harimau. Jumlahnya empat buah. Bentuknya seperti panah namun kecil-kecil. Panjangnya sekitar 10 cm. Sedangkan yang lain, hanya membawa senjata tajam semacam pisau besar, parang, pedang dan tombak kayu.

Beberapa menit kemudian malam pun tiba. Tiga belas orang yang masih muda ini sudah berkumpul di ruangan bekas lab. kedokteran. Mereka duduk melingkari cahaya buatan. Ada api unggun kecil, tujuh lilin besar, senter, dan lampu senthir. Mereka duduk di dekat gelas raksasa. Hening sejenak. Untuk beberapa saat, dua pihak ini, pihak Karno dan Triyono, seperti tidak ada persaingan, apalagi permusuhan. Hati mereka seperti bersatu. Khusus untuk malam yang tenang ini mereka hanya merasakan kedamaian, dan itu tidak ingin mereka rusak dengan keributan atau pertengkeran.

Karno mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk semuanya. Karno menjelaskan, ekspedisinya ini hanya untuk kepentingan pribadinya, yaitu mencari jasad sobatnya. Rudi, Dewi, Rina, Sur dan Yoyok. Namun Tri cs, juga Mahmud dan Jono, mau bersusah payah untuk menemani Karno datang ke tempat terpencil ini. Dengan tersenyum gembira, pemuda keren ini berkata, “Aku tidak bisa membalas partisipasi kalian ini, jadi biar Allah yang langsung membalas. Kamu juga Say ( menatap Ratna yang duduk di samping kirinya ).“

Ratna tersenyum manis. Parjo berkata, “Kamu salah Kar. Rudi dan Sur itu juga teman baik kami, jadi kami juga merasa kehilangan.“

Hendik menyambung, “Mungkin memang kamu yang paling dekat sama Rudi, tapi kami ini juga teman-teman baiknya.“

Mendengar itu, Karno semakin gembira. “Semoga Allah merahmati kalian. Oke, kita cari jasad Rudi besok pagi. Untuk malam yang indah ini, kita bisa santai dulu. Kita himpun tenaga dan susun rencana.“

Beberapa saat kemudian, waktu menunjukkan pukul delapan malam. Waktu yang belum begitu malam, tapi sudah sangat malam untuk tempat sesepi Kidung Angker. Keindahan panoramanya sudah lenyap, diganti oleh kengerian malam yang gelap gulita. Mahmud cs masih pada berbincang. Mayoritas dari mereka masih terkagum-kagum pada gelas raksasa itu. Aan yang terus mengamati benda antik itu, berujar. “Berapa orang yang membuat benda ini? berapa waktu membuatnya?”

Mahmud berkata, “Kemungkinan besar Ratna benar. Kalau melihat peralatan di dalamnya, benda ini memang alat eksperimen. Tapi eksperimen apa?”

Karno menyahut, “Itu kita pikir besok pagi, sekaligus mencari jasad Rudi. Oaahh! Aku sudah cukup ngantuk nih. Semuanya, aku duluan ya?” Sebelum Karno kembali ke peraduan, ia tatap Ratna yang bersandar di lemari kayu. “Say, kamu mantap tidur di situ?” Ratna mengangguk sambil tersenyum manis. Tri yang masih ngobrol dan merokok bersama kawan-kawannya, berkata: “Tidurlah duluan, biar kami yang jaga.“

Mahmud tersenyum. “Thanks banget Tri. Nanti kalau you sudah capek, tinggal bilang kami, bilang aku.“

Beberapa jam kemudian, sebagian besar dari mereka sudah berangkat ke alam mimpi. Yang masih ‘hidup’ tinggal Jono, Wahyu, Darkan, Mardi, dan si boss mulut besar. Namun setengah jam kemudian Triyono juga ‘tewas.’ Kini tinggal empat pemuda ini. Jono yang pendiam, terus mengamati gelas raksasa dengan serius. Sedangkan Wahyu, Darkan dan Mardi masih ngobrol dengan asyik. Darkan dan Mardi nyambi merokok, sedangkan Wahyu hanya minum teh hangat. Untuk beberapa saat mereka hanya merasakan kedamaian di malam yang indah sekaligus seram ini. Namun itu hanya berlaku di dalam rumah besar ini. Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang mengintai mereka dari semak belukar.

Mata mengerikan milik sosok yang tidak wajar. Suaranya menggeram-geram, laksana harimau kelaparan yang akan menerkam rusa. Yah, siapa lagi dia kalau bukan pembunuh Rudi dan kawan-kawannya. Alangkah geramnya Mbah Poleng mengetahui kawasan tempat tinggalnya dijamah orang lagi, bahkan kali ini lebih banyak dari korbannya kemarin. Mbah Poleng menggeram-geram, menahan amarahnya yang sudah meluap. Sekarang Mahmud cs benar-benar dalam bahaya besar. Namun entah kenapa, hingga kini Mbah Poleng masih bersembunyi. Mungkin siluman harimau ini masih memberi kesempatan pada Mahmud cs untuk segera pergi dari desa ini.

*****

0 comments:

Post a Comment

 
;